PSSM ataukah PDN?

Alvin Soaduon Tambunan with Ferry Tambunan and 19 others. November 27, 2015 ‪#‎RENUNGKANLAH‬! PSSM ATAUKAH PDN? Poda Sagu-sagu Marlangan (PSSM) adalah karya agung Raja Silahi Sabungan sekaligus membuktikan Beliau seorang visioner. PSSM dimaksudkan mengikat kesatuan, kesehatian, kebersamaan anak-anak Raja Silahi Sabungan (selanjutnya Silahi Sabungan) beserta pomparannya kelak antara 7 abangnya (Loho, Tungkir, Sondi, Butar, Dabariba, Debang, Batu); dengan adiknya Tambun hingga akhir zaman. Harus pula diakui musabab dibuatkannya PSSM, salah satu adalah faktor kecemburuan hahadoli terhadap siampudan, Tambun. Kecemburuan demikian bisa timbul disebabkan perlakuan khusus dan kasih sayang ompung boru Pinggan Matio Batanghari dan namboru Deang Namora. Sering hahadoli merasa bahwa mereka justru bagai anak adopsi (sai hira na tubu di balian). Tak ada yang aneh dengan perlakuan ini, terlebih kasih sayang namboru Deang Namora. Bandingkan bila terjadi saat ini! Deang Namora seorang gadis diperkirakan berusia belasan tahun saat Tambun, konon seorang berkulit putih, bertumbuh dari bayi, berwajah rupawan menggemaskan, berpostur tampan namun agak pendiam. Siapa anak gadis normal yang tidak menyukainya? Bagi Deang Namora, kehadiran Tambun bagaikan “boneka momongan” temannya menumpahkan kasih sayang. Wajar bila kemudian Tambun meninggalkan Silalahi Nabolak hatinya teriris. Dia mengiringi kepergian adiknya dengan tatapan hampa memandang hingga di tepian danau. Sesaat matanya tak lagi dapat melihat sosok ito yang dikasihinya, luka hatinya makin dalam. Dari saat itu, namboru Deang Namora tak mau lagi pulang ke rumah. Dia memilih tinggal di Parnamoraan hingga akhir hayatnya (kini situsnya telah dibuatkan bangunan berada di sisi kiri jalan menuju Tumaras dari Lae Pondom). PODA SAGU-SAGU MARLANGAN PSSM adalah poda (nasihat)! Orangtua mana yang tak pernah menasihati anaknya? Sehina dan seburuk apa pun nasib menimpa; menasihati anak pasti dilakukan terlebih bila di antara mereka terjadi perselisihan. Demikian halnya Silahi Sabungan meski tersohor sakti dan arif bijaksana tetaplah seorang manusia biasa, bukan dewa. Tentu dia pun mengalami hal sama. Tindakan sama pula akan dilakukan bila terdapat sesuatu yang membuatnya harus menasihati. Membuat poda Silahi Sabungan melegenda adalah media yang digunakan. Beliau meminta ompung boru Pinggan Matio Batanghari membuat sagu-sagu marlangan. Disebut demikian karena sagu yang dibentuk menyerupai sosok manusia dan berwarna cenderung putih buram (langan). Perbedaan khas lain adalah objek poda dimaksud. Luar biasa kearifan Silahi Sabungan sekaligus mencitrakan Beliau seorang gentleman. Mampukah kita berlaku adil seperti Beliau? Tujuh anaknya diposisikan pada satu sisi dan seorang Tambun diposisikan pada sisi lain? Ada yang janggal? Tidak! Harap dicatat, makna filosofi PSSM adalah TUJUAN; bukan latar belakang! Bolehlah kita mengaminkan kisah kecemburuan antara 7 hahadoli dengan Tambun sebagai salah satu latar belakang tetapi, sekali lagi, itu bukan bagian PSSM. Saat Tambun meminta pulang ke Sibisa, Silahi Sabungan mengimpikan “sesuatu,” yakni bagaimana anak-anaknya berikut keturunannya kelak tetap bersatu layaknya satu anggota keluarga dan tinggal dalam satu rumah besar: POMPARAN SILAHI SABUNGAN. Simak PSSM poin (3 dan 4) (3) “Ingkon masihaholongan ma hamu sama hamu ro di pomparanmu, sisada anak sisada boru na so tupa masiolian, tarlumobi pomparanmu na pitu dohot pomparan ni si Tambun on.” (Saling mengasihi di antaramu dan keturunanmu kelak, anakmu adalah anaknya, anaknya juga anakmu dan dilarang saling mengawini; terlebih antaramu 7 anakku dengan keturunan adikmu Tambun). (4) “Ingkon humolong rohamu na pitu dohot pomparanmu tu boru pomparan ni anggimu si Tambun on, songon i nang ho, Tambun dohot pomparanmu ingkon humolong roham di boru pomparan ni haham na pitu on." (Wahai, 7 anakku dan keturunanmu kelak harus lebih mengasihi adikmu Tambun dan puterinya; demikian halnya denganmu anakku, Tambun dan keturunanmu; harus lebih mengasihi 7 abangmu berikut puterinya). Mengapa terkait boru (putri) dan perkawinan juga mendapat penekanan? Hal di atas kisah yang mengingatkan Silahi Sabungan sendiri, seorang berasal dari Balige berikut kebiasan di sana. Dia tahu bahwa anaknya Tambun akan pulang dan tinggal di sana dan memiliki kebiasaan kawin mawin hampir sama. Bandingkan dengan Pomparan Nai Rasaon: Manurung, Sitorus, Sirait, Butarbutar yang telah memiliki tradisi panjang tentang hal ini. Demikian dengan pomparan abangnya Sibagot Nipohan (mempunyai anak 4 orang, yakni pertama bernama Tuan Sihubil dengan marga keturunannya antara lain Tampubolon. Kedua bernama Tuan Somanimbil dengan marga keturunannya Siahaan, Simanjuntak dan Hutagaol. Ketiga Tuan Dibangarna dengan marga keturunannya antara lain Panjaitan, Silitonga, Siagian dan Sianipar; dan keempat bernama Sonak Malela dengan marga keturunannya antara lain Simangunsong dan Marpaung. Dia tidak menginginkan hal itu terjadi pada keturunannya! Sekaligus juga menandaskan sisi logis peristiwa PSSM bukan dikarang-karang sebagaimana dituduhkan pihak Silahi Raja (baca: Silalahi Raja, Silalahi Tolping, Silalahi Bursok). Hal PSSM lebih dikenal pada tahun 60-an semata rekonstruksi azas mardongan tubu bagi segenap Pomparan Silahi Sabungan terlebih bagi generasi mendatang. Toh tanpa adanya susunan redaksional PSSM, seperti yang kita kenal sekarang, makna dan aplikasinya telah menjadi bagian hidup segenap 8 turpuk secara turun temurun. Bukti otentik, hingga hari ini, belum pernah ditemukan dan terdengar adanya keturunan 7 turpuk kawin-mawin dengan keturunan Tambun, sementara di antara Pomparan Tambun sendiri telah terjadi tradisi saling mengawini. Catatan: Patut disyukuri bahwa tradisi saling mengawini di antara Pomparan Tambun tidak lagi ditemukan pada masa kini, terakhir terdengar dekade 70-an. PADAN DENGKE NILAEAN (PDN) Umumnya elite tarombo Silahi Raja menghembuskan alasan mengapa PSSM dibuat adalah oleh kekejian perlakuan hahadoli 7 turpuk terhadap adiknya Tambun yang hampir mati dibunuh dan sering disiksa hingga mengalami cidera; akhirnya memaksa Silahi Sabungan membuat PSSM sebelum Tambun meninggalkan Silalahi Nabolak. Menurut mereka, usai penyampaian PSSM, Tambun dibawa ke Tolping. Di sana, Pinta Haomasan mengobati luka / cidera yang dialaminya di Silalahi Nabolak hingga sembuh. Sesaat sebelum keberangkatan Tambun ke Sibisa diadakanlah Padan Dengke Nilaean (PDN), ada pula kalangan menyebut “Padan Dengke Na Nilaean” (PDNN). Kita tidak mempermasalahkan istilah itu sebab memiliki arti sama. Pun tidak masalah bila media yang digunakan ihan (ikan khas Batak) toh, mungkin itu yang didapat saat itu. Katakan versi ini benar! Lalu apa argumen yang dapat menjelaskan? Apa jawaban mereka bila kita ajukan hakekat ungkapan ini, “Bada bonsir samudar, padan ala marimbar,” masih dapatkah argumen mereka dipertahankan? Bada (perselisihan) lumrah sebagai bagian na marhaha-maranggi. Lalu kenapa dengan “Padan?” Substansi padan dibuat oleh 2 (dua) orang berbeda latar belakang tetapi oleh keinginan dan kesepahaman yang sama maka padan’menjadi titik awal demi satu tujuan. Bila kita berhenti dengan penjelasan ini tidakkah alasan di atas terbantahkan oleh padan Silahi Sabungan dengan Raja Oloan, toh mereka kakak-adik kandung (anak Naisuanon)? Selanjutnya simak perbedaan berikut! Padan antara Silahi Sabungan dan Raja Oloan harus dimaknai sangat berbeda dengan kisah PDN. Perbedaannya terletak pada kesehatian di antara keduanya dan atas kesadaran penuh. Pembeda utama kedua, dibuat oleh keduanya tanpa difasilitasi orang lain. Karakter mengikat padan demikian berlaku umum di berbagai kalangan, misalnya padan antara sepasang calon mempelai. Sebelum membangun bahtera rumah tangga mereka harus sepakat demi tujuan bersama meski memiliki latar belakang berbeda. Demikian halnya dengan Tuhan Allah [!] dogmatika Kristen. Tuhan maha kudus berkenan mengikat padan dengan manusia berbalut dosa adalah karena Tuhan tahu bahwa manusia, dalam kenistaannya, tetap memiliki naluri ingin memuliakan Penciptanya sebagaimana Tuhan ingin tetap mengasihi ciptaanNya. Di sanalah tampak nyata tujuan yang sama meski berasal dari latar belakang sungguh berbeda. Kemudian Tuhan pun tahu bahwa manusia ciptaanNya adalah makhluk berakal budi, bertindak dengan sadar tanpa adanya unsur paksaan. Menjadi aneh dengan peristiwa PDN! Tambun, konon masih remaja (dengan perkembangan kejiwaan yang masih labil) dan terentang usia sangat jauh berbeda harus mematuhi padan dengan Silahi Raja yang difasilitasi Pinta Haomasan! Adakah kesetaraan di sana kecuali demi sebuah rekayasa? Bila peristiwa PDN dianggap benar dan dipertahankan sebuah fakta sebagaimana dalil Silahi Raja dan sebagian Pomparan Tambun yang mengakuinya; kita akan mengingatkan! Bukankah dalil ini menjelaskan sekaligus menegaskan kebenaran dugaan berbagai kalangan; bahwa Tambun dengan Silahi Raja memang berasal dari ayah yang berbeda? HARAPAN REKONSILIASI Sangatlah bersalah bila seorang mengatakan bahwa Silahi Raja adalah orang lain; mereka sebagaimana aku dan sebagaimana garis silsilah yang benar adalah pewaris trah Silahi Sabungan. Timbulnya masalah adalah ketika mereka MENAMBAH permaisuri Silahi Sabungan menjadi 3 (tiga) orang; Pinta Haomasan (di kalangan mereka sendiri ada yang menyebut sebagai Baso Nabolon / Boru Simbolon); Pinggan Matio dan Nailing/Similingiling serta jumlah pewaris menjadi 9 (sembilan) dan mengaku sebagai putera sulung; kemudian mereka menambahkan lagi Siboru Marihan sebagai puteri Silahi Sabungan selain Deang Namora. Seorang pomparan Silahi Sabungan yang mengerti kebenaran hakiki silsilahnya tetap mengaminkan bahwa Silahi Sabungan memiliki 8 orang putera dan 1 orang puteri dari 2 orang permaisuri; bahkan kalangan luar (marga lain) pun memahami demikian adanya. Wajar bila kisah PDN ini disodorkan tentu akan ditolak dan berdampak buruk sebagaimana telah terjadi: melahirkan perdebatan bahkan telah mengarah ke perpecahan, baik di dunia maya maupun interaksi adat istiadat dalam kehidupan nyata. Kita merindukan segenap Pomparan Silahi Sabungan kembali utuh; mau belajar dari apa yang benar agar tidak semakin jauh tersesat.